
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Drama |
Gue suka filmnya!
Alur ceritanya emang beda dari buku.
Tapi gue tetap suka.
Karena cerita filmnya nggak melenceng jauh dari jiwa bukunya.
Beberapa tokoh baru bermunculan di sini mungkin untuk memberi sedikit bumbu drama.
Not too much. Pas. Tetap enak dicerna.
Castingnya LUAAARRR BIASAAA!!
Tiga tokoh utamanya; Ikal, Lintang & Mahar pas banget dengan gambaran di kepala gue waktu baca bukunya.
That little boy who played Mahar really steal the scene.
Satu lagi casting yang menarik, Alex Komang sebagai ayah Lintang.
Gue nggak nyangka gambaran “lelaki pohon cemara” bisa menjelma melalui Alex Komang. Somehow kok ya pas gitu.
Gue suka scene Ikal-A Ling di toko Sinar Harapan. Ahhh…manis dan menggelitik.
Gue suka waktu anak-anak Muhammadiyah itu menari ala suku Asmat di karnaval 17-an.
Gue suka soundtracknya walau nggak terlalu suka Nidji ;)
Mata gue berkaca-kaca dua kali. Pertama, waktu Harun datang menggenapkan jumlah murid, menyelamatkan sekolah Muhammadiyah dari pembubaran.
Kedua, Elvis has left the building. Lintang harus DO dari sekolahnya demi menjadi pencari nafkah utama keluarga menggantikan bapaknya yang meninggal.
“Murid pertama bu Muslimah, orang pertama yang datang ke sekolah, harus jadi orang pertama yang meninggalkan kami”, demikian narasi Ikal dewasa.
Gue suka dengan ironi-ironi yang ditampilkan sejak awal film.
“Kami adalah anak-anak miskin di pulau terkaya di Indonesia”.
Gue suka karena teman-teman gue yang nggak baca bukunya pun mengakui kedahsyatan pesan film ini.
Pendidikan emang milik semua orang, nggak hanya yang berduit. Seorang anak buruh timah di Belitong sana juga punya hak bermimpi.
Mimpi setinggi langit yang menghadirkan cerita seindah pelangi kepada kita semua yang duduk nyaman di kursi 21.
PS: Hayo, hayo, para pejabat, menteri, wakil presiden, mantan wapres, berbondong2lah nonton film ini! Masa film cemen kayak Ayat2 Cinta aja ditonton, yang kayak gini kebangetan banget kalo dilewatin!