Sabtu, 25 Juli 2009

Public Enemies

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Bersyukurlah John Dilinger jadi perampok bank di era tahun 1930-an. Saat blom ada teknologi canggih, blom ada CCTV, blom ada internet, blom ada CNN, TV One, Metro TV. Kalau nggak mana bisa dia keliaran di tengah kota, dinner sana sini sementara siangnya dia baru aja ngerampok bank.
Beruntung juga lah dia punya tampang ganteng, gampang gaet cewek walau dia dengan terus terang ngaku sebagai ”John Dilinger, I rob banks”.
Dengan tenangnya John bisa masuk ke kantor polisi tanpa ada satu petugas pun yang ngeh siapa dia. Geblegnya lagi dia masuk ke salah satu ruangan yang khusus mengurusi pengejaran dirinya dan geng rampoknya.

Kisah tentang John Dilinger, perampok bank legendaris, ini udah pernah gue tonton di salah satu tv sini (RCTI kalo nggak salah) Pemerannya Mark Harmon, yang sekarang main di serial NCIS. Kayaknya waktu itu formatnya film-tv gitu deh. Gue lebih suka adegan pembunuhan John Dillinger yang versi film-tv, lebih dramatis. Settingnya sama kayak di film, John pulang nonton, trus dikepung sama para agen FBI, jalan yang tadinya rame tiba-tiba lengang karena orang-orang pada melipir, tinggal John melangkah sendirian. Walau tau bakal metong, John tetap jalan dengan pd-nya sampai diberondong tembakan para agen FBI.
Agak sayang aja pas di film dia ditembaknya dari belakang. Padahal itu kan harusnya jadi adegan puncaknya.

Seperti biasa Johnny Depp tampil luar biasa okeh. Menyegarkan juga liat penampilannya yang bersih dan well-groom setelah kemaren-kemaren tampil lusuh dan ”bau.
Kalau kemaren udah liat robot-robotan dan sihir-sihiran, sekarang saatnya liat tembak-tembakan ala taon tiga puluh-an.
Sekedar pengingat buat yang mo’ nonton di bioskop, kalau mau ngasih komen tunggu sampe film selesai yah. Jangan sekali2 ngebahas pada saat film sedang berlangsung karena itu sangat amat gengges! Look to your left, look to your right, situ di public place bukan di rumah nenek moyang lo! (curcol dikit neh ;)


“They ain't tough enough, smart enough or fast enough. I can hit any bank I want, any time. They got to be at every bank, all the time.”

Rabu, 22 Juli 2009

17 Again

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Matthew Perry & Zac Effron. Itu dua alasan utama gue nonton film ini. Matthew is my favorite F.R.I.E.N.D.S, Zac is my favorite “brondong”.
Ceritanya tentang seorang Mike O’ Donnel yang merasa telah gagal dalam hidup. Dalam proses cerai sama istrinya, dijauhin anak-anaknya, dipecat dari kerjaannya. Beda banget waktu Mike masih SMA. Bintang lapangan basket, idola cewek-cewek, inceran pencari bakat, udah keliatan deh masa depan Mike yang bakal terang benderang. Sayangnya semua itu hilang setelah Mike tahu pacarnya, yang kemudian jadi istrinya, ternyata lagi hamil. Mike memutuskan untuk menikahi si pacar dan melupakan rencana masuk kuliah.

Merasa gagal dalam hidupnya sekarang, Mike berharap bisa balik ke jaman SMA, saat semua terasa mudah dan menyenangkan. Satu kejadian aneh membawa Mike beneran balik ke masa SMA. Dia pun masuk ke sekolah lamanya yang juga sekolah anak-anaknya sekarang. Pengalaman masuk SMA ini membuat Mike jadi lebih kenal anak-anaknya sendiri. Mike juga mulai menyesali keputusan buat cerai dari istrinya. Justru Mike pengen balik lagi ke masa sekarang karena dia nggak mau kehilangan apa yang dia dapat di masa lalunya.
Bukan memperbaiki masa lalu melainkan menyadarkan diri sendiri untuk tidak terjebak pada penyeselan akan masa lalu.
Cukup dalam juga buat film yang 100% menjual Zac Effron.


“Sooner or later you all come back to your old school, stand there and look at the picture of the glory days wondering "What might have been." Seems to me you guys are living in the past.”

Jumat, 17 Juli 2009

Harry Potter and the Half Blood Prince

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Drama
WARNING: This review contains spoiler! Read at your own risk!

Begitu selesai baca buku ke-6, gue udah ngebayangin serunya kalau udah dibikin film. Duel-duel sihirnya pasti makin seru dan terlebih lagi cinta-cintaannya. Ron kisses Hermione. Harry kisses Ginny. Uuuuuuuhhh…kissing scene Harry-Cho di sekuel ke-5 aja udah cukup hot untuk ukuran fim Harry Potter.

Kali ini problem yang dihadapi Harry semakin berat. Dia harus lebih siap buat menghadapi Voldermort suatu hari nanti. Makanya Dumbledore ngajak Harry buat menyelami latar belakangnya Voldermort dari waktu dia masih jadi siswa Hogwarts. Dumbledore yakin dari situ mereka bisa tahu cara buat mengalahkan Voldermort. Kasih jempol buat akting pemeran Voldermort muda. Muka anak-anak, tapi ekspresinya “dingin” banget.

Naahh…problem muncul saat momen2 romantis Ron-Hermione Harry-Ginny yang gue bayangkan di buku kok ya nggak kejadian di filmnya? Heelloooo….!! Jadi agak mengurangi keseruan filmnya deh. Emang sih ada adegan Ginny nyium Harry, tapi tuh nggak seoke bukunya deh.

Walau romansa2nya kurang berasa, tapi gue senang karena ada tanding quidditch lagi di sini! Yeaaahh...sapu2 terbang, bola2 berseliweran, Ron jadi keeper, asik lah.

Kabarnya JK Rowling aja nangis waktu abis ”ngebunuh” karakter Dumbledore di buku ke-6. Dan emang kita semua pun dibikin sedih waktu Dumbledore di-avada kedavra sama Snape. Sayang, adengan metongnya Dumbledore masih kalah emosional daripada waktu Sirius mati.

Dengan segala kekurangannya, sekuel ke-6 ini cukup layak tonton kok. Para pemerannya makin tampil dewasa (ya buat cowok2 yang ngincer Emma Watson, udah makin ngeces deh) dan yang menarik Draco Malfoy kok ya jadi mirip Eminem yah...?


“In my life I have seen things that are truly horrific. Now I know you will see worse.”