Senin, 17 September 2007

Ke BaBel & Ketemu Crab Pit Dalam Foto2




Laut...aku padamu!

Laut dan isinya
Sungguh aku padamu!!!

Putihnya pasir
mencumbu airmu
di sela2 bebatuan

Ikan dan kawan2nya terhampar indah
di atas pinggan berbalut bumbu merindu
Bakar. Goreng.
Saus tiram. Saus Padang.

Kepiting mencapit hatiku
Udaaaangg...aku membungkuk padamu

Ooohh...laut...ooohh
Padamu sungguh aku tertambat

09/09/07
Bangka

*silakan buka belitungisland.com kalo mo' liat foto2 pantai di Belitung lainnya.

Ke BaBel & Ketemu Crab Pit (part 4)

From Bangka to Bandara (lagi): ”...abis itu keramas deh!”
Hoaaeeeemmm...! Sekali lagi Telly sukses bangunin gue dengan bangun duluan. Hari Minggu (9/09) pagi itu bangunnya emang lebih santai karena nggak diburu2 naek ferry. Sarapan pun dijalani dengan damai. Kita langsung check out pagi itu karena emang seharian jalan-jalan terus. 
Tujuan pertama adalah, ngopi2 di Pasar Atas Sungailiat. Lha kok...warungnya tutup? Oke, cari satu lagi. Eeh...tutup juga! Akhirnya kita langsung ke mie Apo tempat juga mie Bangka. Daelah...tukang masaknya belum dateng. Hihhihihi. Ya udah pada jalan-jalan aja dulu di sekitar pasar. Para ibu ada yang hunting beli jeruk kunci, jeruk nipis andalan di BaBel. Gue sempet jajan lupis yang rasanya masih lebih enak yang ada di pasar Mayestik :p. Kita nemu juga deh warung kopi yang udah buka. Pesen kopi susu dan ngambil beberapa kue basah yang disediain di situ. Kue inceran gue adalah kue bugis (kalo nyokap gue bilang sih ”lapekbareh”). Gue kira warna ketannya ijo ato item ternyata yah putih aja gitu. Isinya juga nggak terlalu banyak. Yang cukup enak justru lempernya, isinya dari ujung ke ujung soalnya. Warung kopinya ya beneran kayak warung, dengan meja panjang dan kursi kayu panjang. Cangkir kopinya ”vintage” bener, warna putih dengan hiasan bunga2 di tengahnya. Tempatnya lebih rapi dan ramai daripada yang di Belitung karena lokasinya di pasar.
Banyak pemandangan menarik selama kita di pasar ini. Kayak plang nama jalan 3 bahasa (Indonesia, Arab & Mandarin), becak yang ditarik pake motor di belakangnya, sama bis klasik yang badannya masih dari kayu gitu. Di Bangka ini kita juga sering ngeliat rumah yang punya sarang burung walet. Keliatannya sih dari bangunan yang menjulang tinggi tapi nggak ada jendelanya tapi ada kayak lubang anginnya gitu.
Dari ngopi-ngopi kita pun bergerak lagi ke Mie Apo. Berhubung mie Bangka itu non halal, kita yang nggak bisa makan itu disediain pantiau ikan. Makannya di atas kedai si mie Apo itulah. Pantiau itu samalah kayak kwetiaw rebus tapi di atasnya ada taburan sambelingkung (sekali lagi saudara2). Kalau gue bilang dari sekian makanan yang dicoba sebelum2nya, pantiau ini terasa lebih spicy.    
Okay, masalah perut selesai (nggak selesai sih, b’sambung lebih tepatnya) kita menuju Belinyu buat ngunjungin Kampung Gedong, tempat pembuatan kerupuk. Sepanjang jalan kita sering liat tanah bekas galian timah yang ditinggal menganga begitu aja. Kata si mbak tour guide, itu hasil dari penambangan liar. Abis tanahnya dikeruk, timahnya diambil, tanahnya dibiarin aja, nggak ditanam lagi sama pohonnya. Akibatnya kalau hujan tanah kerukan itu jadi danau dan bisa jadi timbulnya wabah malaria. Tapi sekarang katanya sih penambangan liar kayak gitu udah dilarang.
Sekitar satu jam perjalanan, kita sampai. Sebelum turun mas Irvan udah wanti-wanti supaya kita nggak asal sembarang foto-foto di sana. Walau namanya ”desa wisata” tetapi penduduk sana kurang suka sama foto2. Mungkin ada hubungannya sama hoki2an or maybe they just camera shy. Memasuki kampung gedong kayak terlempar ke masa lalu. Rumahnya kebanyakan terbuat dari kayu dan karena mayoritas warganya itu keturunan Cina, di depan rumah mereka kita masih bisa nemuin altar tempat sembahyang. Suasananya tenang…banget. Sesekali kita dengar celotehan anak-anak kecil yang lagi main. Kita berhenti di satu rumah buat liat proses pembuatan kerupuk. Sepertinya rumah ini ”pabrik” kerupuk yang paling besar di kampung Gedong. Tipenya sama kayak rumah lain di situ, dinding kayu dan meja sembahnyang. Kalau kita jalan ke belakang keliatan tumpukan kerupuk mentah yang udah diplastikin, siap buat dijual. Jalan terus, maka udah keliatan deh para ibu yang sibuk bikin adonan kerupuk. Kalau di depan rumahnya kita masih boleh motret, di areal ini it’s absolutely a no no! Proses pembuatannya kira-kira gini deh, dari ikan, udang, dan cumi diolah bareng sagu sehingga menjadi sebuah adonan yang bentuknya kayak adonan roti yang besar gitu. Kemudian tuh adonan dibanting-banting, dibentuk lonjong, disusun di atas loyang berkapasitas kira2 6 adonan, dimasukin ke semacam oven berbahan bakar kayu selama kurang lebih satu jam. Keluar dari oven tuh adonan dijemur satu or dua hari (agak lupa, sorry), setelah itu dipotong2 trus masukin ke oven lagi deh. Begitulah kira-kira prosesnya kalau gue nggak salah inget yeeee. 
Kalau menurut kalian proses bikinnya ribet, maka proses menggorengnya pun tak kalah njelimet. Beberapa peserta, termasuk gue, tertarik mau beli kerupuk mentahnya. Kita pikir kan, ah kerupuk gitu lho, gampang bener bikinnya. Tinggal cemplungin ke minyak panas, jadi! (in my case, tinggal ngomong, ”ma, mau kerupuk udang dong”, jadiii!) But noooo…not for this kind of kerupuk. Diperlukan dua waja dengan temperatur minyak yang beda, satu dingin, satu panas. Kedua wajan ini haruslah selalu terjaga temperaturnya, yang dingin jangan sampai jadi panas, yang panas nggak boleh kepanasan. Mmmhh...repot ya? Apalagi setelah mendengar saran tante Anne, ”...nah abis goreng kerupuk, keramas deh. biar bau ikannya ilang”. Hadoohh...terlalu sophisticated buat seonggok kerupuk. Mending beli jadinya aja deh!
Dari kampung Gedong kita ke Pha Kak Liang. Ada apa di sana? Ada kolam ikan dan makanan khas Bangka menanti untuk kita nikmati (makanannya doang lho, ikannya sih nggak boleh dipancing). Ceritanya Pha Kak Liang ini bekas tambang timah yang terbengkalai kemudian oleh seorang warga dibikin jadi kolam ikan dan dijadikan tempat wisata. Tempatnya lucu juga. Jembatan berkelok2 kayak di film2 kungfu menuju gazebo di tepi kolam, tempat kita bisa ngasih makan ikan sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Bikin ngantuk juga ini tempatnya. Gue sempet nyobain jongkong, terbuat dari apa gue lupa, yang jelas ada gula jawanya deh. Sepertinya gue pernah nyobain di Jakarta, tapi tidak seenak ini.

Hari semakin panas enaknya minum es nih. Nah...klop lah sama tujuan selanjutnya, Warung Es/Kopi Kutub Utara buat minum es kacang merah. Asyiiikkk. Seperti namanya es kacang merah itu ya isi kacang merah (ya masa kacang ijo!) ada siropnya kalau nggak salah dan tentunya taburan es serut di atasnya. Mirip2 es kacang merah di Camoe2 sih, tapi susu kental manisnya kurang banyak deh. Lagi asyik menikmati es kacang merah, ada pengumuman dari mas Andrew kalau Om dan tante Buntaran hari itu ngerayain ultah pernikahan mereka ke-31. Waaahh...pasangan ini emang okeh banget deh, mesra all the way.
Okay, nyemilnya udah, minum es udah, saatnya makan siang! Makan siang terakhir dari rangkaian tour Babel ini. Karena dari pantai Pasir Padi, lokasi maksi, kita langsung menuju bandara. Waktu maksi hari pertama, mas Andrew udah wanti-wanti kalau resto Asui itu udah paling topnya di sana, jadi jangan b’harap terlalu tinggi untuk di tempat lainnya. Ternyata di resto Biru Laut tempat maksi kita, asyik2 juga tuh rasanya. Apalagi lokam alias kerangnya yang gede-gede. Udangnya juga manis dan gurih. Hampir semua yang dihidangkan tandas tak bersisa. Julia dan mas Irvan malah dengan suksesnya ”membantai” satu keluarga ikan kerisi. Kita pun pulang dengan perut kenyang dan senyum mengembang
Dalam perjalanan ke bandara, ehh...kok tau-tau jalannya melenceng. Tak tahunya mampir dulu ke rumah makan Asui buat ambil pesanan kepiting  beberapa peserta (”bungkus kepiting” kalau kata mbak Mahda). Bungkus2 selesai, udah deh langsung aja ke bandara. Kita udah cek in sekitar jam empat kurang dan langsung disambut bungkusan oleh-oleh LCK. Wuihh...banyak koper yang beranak rupanya. Bawaan gue sih cuma beranak satu bungkusan oleh2 LCK. Kita naik Sriwijaya Air lagi, kali ini sayangnya tanpa Ariel, hehehehe. Dari jadwal terbang jam 5 sore, molor sekitar 30 menit. Lumayan...dibanding penumpang Adam Air yang kena delay satu jam.
Kehebohan rombongan JS tidak berhenti sampai di dalam pesawat. Gue bareng mbak Mahda dan mbak Lusi emang udah ancang-ancang mau beli mainan di in flight sho Sriwijaya. Makanya kereta belanjaan yang didorong mbak2 pramugari itu berhenti cukup lama di barisan kita. Sayangnya mobil2an firefighter yang gue incer buat Syifa lagi nggak ada stock. Pun frame lucunya. Akhirnya gue beli kaos gambar pesawat aja buat Syifa. Mbak-mbak pramugari itu pun mendorong kembali kereta belanjaan mereka dan tersendat lagi, masih di barisan rombongan JS. Itu ada kali ye 20 menitan berhenti aja gitu. Tempat duduk rombongan kita di bagian tengah. Waktu mbak-mbak pramugari itu jalan dari belakang, lancar sulancar. Begitu sampe di barisan gue, berhenti bentar. Terus kecepatannya makin turun ke barisan depan gue. Kecepatannya naik lagi begitu lepas dari barisan rombongan JS. Lucunya lagi, begitu tuh kereta mau balik ke belakang, eh kok ya nyangkut lagi di barisan rombongan kita. Yuk marii… Perlu dicatat, penerbangan kita itu hanya memakan waktu 50 menit. Emang dah, bener-bener teliti sebelum membeli, mau di mana pun juga!
Alhamdulillah…sekitar jam 7 kita mendarat di Jakarta. Tak ada keluh yang terucap, tak ada penat yang terasa, hanya senyum yang terkembang dan hati yang tercapit si mister crab pit (halah!). Thanks JS for a delightful trip!

FYI aja: Selama di BaBel walau tempat makannya nggak sementereng di mall, tapi gue salut sama kebersihan toiletnya. Bersih, bersih semua! Kecuali di Pha Kak Liang itu yah, mungkin karena tempat wisata.

--abis deh!--

Ke BaBel & Ketemu Crab Pit (part 3)

From Belitung to Bangka: ”kelaparan atau kekeyangan”
Gue beruntung sekamar bareng Telly karena dia bisa bangun lebih pagi dari gue. Kalau gak denger dia bolak-balik buka-tutup pintu kamar mandi, mungkin gue bisa bablas tidur sampe siang. Hari Sabtu (8/9) itu kita emang harus bangun pagi-pagi buat ngejar ferry jam 7 pagi ke Bangka. Selama 4 jam perjalanan (iya EMPAT JAM!!) banyak hal menarik yang kita dapatkan. Contohnya nih, dari mas Andrew kita tahu bahwa mitos ”itunya” gajah lebih kecil dibanding kuda adalah salah besar. Justru ”itunya” gajah yang paling geda (based on wikipedia katanya, hheehehe). Dari video clip karaoke lagu2 Indonesia yang ditayangkan sepanjang perjalanan kita jadi tahu kalau Nicky Astria pada suatu masa pernah bikin video klip megang payung besaaaarrr sambil nyanyi2 di taman (gue rasa ”Umbrella”-nya Rihanna nyontek dari sini). Dan band Matta ”ketahuan” punya video klip yang sama norak dengan lagunya, ”oooh...kamu ketauan...pacaran lagi...” (and i can’t get this song out of my head! hahahahaha) 
Kira jam 12 siang kita akhirnya lepas dari serangan dingin (dan lapar) dan berganti oleh serangan sengatan matahari Bangka. Itu sebabnya waktu masuk mobil (ato mini bus tuh ya?) yang kebayang cuma menu makan siang. Si mbak tour guide pun yang berusaha nerangin Bangka pun kita cuekin dengan kejamnya (hehehe, lapar sih, gimana lagi dong!) Lunch kali ini di Rumah Makan Mr. Asui dengan speciality ekor tenggiri & kepiting. Begitu nyampe sana, sederet meja panjang udah disediain buat kita. Cuci tangan, langsung duduk manis menunggu makanan datang. Tak lama menunggu, tadaaa!! Keluarlah itu ekor ikan tenggiri sepanjang & segemuk2nya. Masih kagum sama tenggiri, kita udah narik napas lagi waktu liat kepiting saus tiramnya. Sebenarnya ada lauk lain, tapi gue terlalu konsen sama si ekor dan si ”crab” pit :D 
Urusan perut selesai, jalan lagiii... Mampir dulu ke tempat jualan babi panggang di depan bandara Depati Amir. Jualannya di atas motor gitu dan mereka emang banyak mangkal di depan bandara. Gue nggak beli lah...liat doang dari dalam mobil. Setelah selesai transaksi ”oink-oink”, saatnya beli oleh2 di toko LCK. Yang diserbu, apalagi kalau bukan kerupuk! Sempat kepikiran gimana packingnya nanti yah? Walau enteng tetep aja kerupuk2 itu makan tempat. Leganya gue begitu tahu kalau kerupuk kita dibungkus rapi sama orang toko biar bisa langsung tenteng dan masuk bagasi nanti.
Dari LCK kita pun bergerak lagi ke daerah Sungailiat buat beli jajanan pasar dan susu kacang kedelai. Tadinya mau cobain pempek Bangka, tapi sayang sungguh sayang begitu kita nyampe, udah abis bis! Yang ada kita nyerbu pisang goreng dan roti isi sambelingkung (again). Dari situ baru deh kita bener-bener menuju hotel, Parai Beach Resort. 
Asyiknya...liat pantai lagi! Masih dengan batu-batu besar dan air jernihnya. Tapi kalau gue bilang pantai di sini nggak se-breath taking pantai di Belitung. Pasirnya masih kalah halus. Selesai naro barang-barang di kamar (gue sekamar lagi sama Telly & tetanggaan lagi sama mbak Mahda & mbak Lusi), kita menuju pantai di belakang hotel ini.

Lebih ramai emang dan ada debur ombaknya. Bisa nyewa jetski, banana boat dan teman2nya. Iseng-iseng pengen juga naek banana boat. Jadilah kita berlima (gue, Fitra, Telly, mbak Lusi, satu lagi gue lupa siapa maaap...) naikin si perahu pisang itu. Ahh...gue salah banget milih duduk di belakang. Karena yang ada gue teriak2 antara senang sama panik. Memalukan lah! Untungnya momen itu hanya terekam di kamera gue (makasih mbak Lily,hehehehe).
Kelar main-main di pantai, kita siap2 deh buat makan malam! Di Rumah Makan Raja Laut kita kenalan sama yang namanya sup (ato sayur ya) shabu. Isinya (again) seafood dkk serta kangkung. Mirip2 rebusan di Caza Suki gitu kali ye. Rasanya cukup okelah... Gue justru lebih tertarik sama kepiting bakarnya yang tebal dan enak dicocol pake sambal khas sana (sambal sana nggak pedas2 banget). Gue sengaja nggak mau terlalu menggila makannya karena dari tempat itu kita bakal icip-icip martabak Bangka (cihuy!) Apalagi selama perjalanan dari hotel menuju tempat makan, mas Irvan udah ngasih ”kuliah” Martabak 101 (bikin tambah laper deh). Dinner selesai, saatnya cari dessert, martabak (busyet, berat jg yah dessertnya).
Jarak ke tempat Martabak Ayung cuma selemparan kancut dari resto RajaLaut. Sekedar info, martabak Ayung ini pemegang rekor MURI karena waktu ada kompetisi martabak, mereka bikin martabak berbentuk sisik naga. Begitu turun dari mobil, brrrrrrrr....satu loyang martabak isi wijen habis diserbu! Pemandangan 30 orang yang 5 menit lalu makan malam menyerbu satu kedai martabak dan tetap antusias menyambut setiap loyang yang disodorkan, oooohh...sungguh menakjubkan! Itu semua lauk makan malam tadi kayak nggak ada bekasnya dah! Sampai sekarang pun gue masih terkagum2 kalo inget kejadian ini. Seakut-akutnya gue menggilai martabak baru kali ini makan martabak langsung di tempat penjualnya. Biasanya kan beli terus bawa pulang. Rasa martabaknya sih nggak beda jauh sama yang ada di Jakarta. Isinya juga sama-sama aja, cokelat, keju, wijen (di sini ada yang cuma isi mentega sama wijen doang). Keriuhan rebutannya itulah yang jarang-jarang kita temuin. Belum lagi sesi foto-fotonya kan yah, jadi tambah rame deh. Si engkohnya shock juga kali ye diserbu 30 orang udik dari Jakarta yang kayak belum pernah makan martabak seumur hidupnya. Udah gitu pake ada special request martabak tipker pula (ternyata di sana nggak ada menu ini lho). Percobaan pertama, masih kurang tipis, jadinya kayak martabak mini yang biasa kita beli waktu SD. Percobaan kedua baru deh bener-bener kriuk, krek, krek! Tahu berapa loyang yang kita habiskan buat ”icip-icip” malam itu? 12 loyang saja  saudara-saudara!  Gue jadi inget celetukan seorang peserta waktu di ferry, ”Di tour JS itu cuma ada kelaparan atau kekeyangan!”
Dengan senyum mengembang dan perut (amat sangat) kenyang, kita pun kembali ke hotel. Gue dan Telly sempat ”nenangga” ke kamar mbak Mahda & mbak Lusi setelah dengan noraknya kita nemuin connecting door. Nonton ”Seven” bentar, mata gue udah kriyep2 banget dan pamit balik ke kamar. Tidur dengan suksesnya!

...masih setia membaca? salut! masih nyambung satu bagian lagi neh. yakin masih sanggup? ;)

Ke BaBel & Ketemu Crab Pit (part 2)

From Bandara to Belitung: “ini kepiting telur yang paling jujur!”

Jum’at (7/09) di terminal 1B bandara Soekarno-Hatta jam 5.15. Clingak clinguk cari rombongan JS. Di email katanya ada yang megang spanduk JS tapi kok belum keliatan ya? Tilpun2 mas Andrew sambil clingak clinguk …and oh there they are! Setelah absen, gue dikasih tas selempang ijo jalansutra berisi sendok dan buku panduan tour. Lho kok ada sendok? Katanya itu berguna buat icip-icip makanan nanti. Lucu juga…

Selesai absen, saatnya kenalan sama peserta lain. Keparno-an gue nggak dapat teman di tour ini langsung luntur begitu kenalan sama mbak Lily dan anaknya, Fitra (yang tadinya gue sangka adik or keponakannya, hehehehe). Kemudian ada Julia dan Telly yang juga berangkat sendiri, mbak Mahda dan mbak Lusi teman sebangku di pesawat, tante Grace yang kocak banget, om dan tante Buntaran yang kemesraannya bikin ngiri semua peserta (hehehehehe) dan banyak lagi.  

Pesawat kita, Sriwijaya Air, berangkat tepat jam 06.45 menuju Tanjung Pandan, Belitung. Wehh...kita satu pesawat sama Peterpan! Aduh itu Ariel kasep pisaaan...hehehehe. Sayang nggak setinggi yang gue kira (kayak ada ngaruhnya aja gitu buat gue!) Mereka emang mau manggung di Belitung dalam rangka LA Lights Concert.

Sekitar jam setengah 8 kita nyampe di bandara HAS Hanandjoeddin dengan perut lapar :p (tapi jiwa narsis nggak pernah ketinggalan karena begitu nyentuh daratan lagi langsung foto2). Dari bandara kita menuju tempat sarapan (cihuy!), mie Belitung. Kotanya masih sepi banget. Nggak pake macet, nggak ada tukang parkir. Nggak nyampe 30 menit dari bandara kita udah nyampe di tempat mie Belitung. Tempatnya nggak ada namanya, cuma plang jalan Sriwijaya no. 27 dan spanduk XL Bebas serta Indosat. Mie Belitung itu bentuknya ya kayak mie pada umumnya (ya iyalah!), pake kuah kental gitu yang rasanya manis, ditaburi irisan kentang (ada udangnya juga atu biji) dan kerupuk emping. Di tempat ini jugalah kita kenalan sama yang namanya jeruk kunci, semacam jeruk nipis gitu deh dan kayaknya selalu ada di tiap tempat makan yang kita kunjungin.

Selesai menyerbu mie Belitung, kita jalan kaki ke warung kopi Ake. Warung kopi sebenar-benarnya warung kopi dengan kursi kayu dan jajanan pasarnya. Masak kopinya aja pake kompor arang (sempat ada yang mau beli arangnya neh, hehehe). Terus disaring pake kaos kaki. Enggak ding, ada saringannya gitu sih, tapi kita liatnya kayak kaos kaki.Tenang aja, rasanya nggak kayak jempol kaki kok ;) Berhubung hari panas, gue pesen es kopi susu. Pengaruh tempat, ngeliat langsung cara buatnya, rame-ramenya bikin rasanya yang kemanisan buat gue (susunya sekaleng kali ye) bisalah ”dimaafkan”.  

Selesai menyeruput kopi dan cemal-cemil, kita pun bergerak ke pabrik pembuatan sambelingkung alias abon ikan. ”Luasnya 12 hektar!”, gitu kata mas Andrew. Kalau liat dari gelagat peserta lain yang sudah pengalaman ikut tour, info kayak gini patut dicurigai. Pasti nggak seperti yang kita kira. Dan...bener aja. Yang namanya ”pabrik” itu bentuknya rumah dengan tanah kosong yang luassssss...terbentang (ditawari beli tanah di situ juga tuh).  Halah, halah. Yang namanya abon ikan ya pasti dibuat dari ikan, ikan tenggiri tepatnya. Prosesnya cukup bikin mata perih, karena dimasak pake kompor kayu bakar di atas wajan super XL buat ngaduk adonan abon. Hadohh...gue nggak tahan lama-lama di dapurnya, bikin kita menitikkan air mata saking berasapnya. Salut deh buat ibu-ibu pekerja di sana.  

Selesai kunjungan (dan pesan2 juga pastinya) ke ”pabrik” abon, saatnya maksi!! Eehh...kita mampir dulu deh ke toko roti ”Happy” yang jual roti isi sambelingkung tadi. Nggak lama-lama di situ, coba nyoba roti terus langsung menuju tempat maksi di rumah makan Pribumi. Dari toko roti ”Happy” itu udah turun hujan deras, kebayang dong gimana nanti gaharnya kita pas maksi,hihihihi.

Karena kotanya yang segitu-gitu aja (nggak ada tukang parkir lho di sini!) nggak nyampe 10 menit kita nyampe di rumah makan Pribumi. Setelah berlari-lari kecil pas turun dari mobil buat menghindari hujan, kita pun duduk manis nunggu makanan datang. Modelnya kayak di rumah makan Padang gitu, makanannya ngampar semua di meja. Tinggal pilih deh mau nyolek yang mana. Sebelum makan, mas Irvan, ngasih sedikit pengarahan. Tentang si kepiting telor paling jujur, yaitu cangkang kepiting yang dimasak pake telor (halah!). Di tempat ini pula gue baru ngerasain tahu paling enak! Lembut...banget. Pas masuk mulut ”nyeesss”...ancur bareng air liur (apa seeehh). Sebagai ”tempe person” gue kaget juga ada tahu yang bisa melupakan preferensi gue kepada tempe,hehehehehe.

Perut udah kenyang, hujan udah berhenti. Our next destination is the beach!!! Cihuy! Pantai pertama yang kita kunjungin di daerah Tanjung Kelayang. Katanya sih ini private beach punya si pemilik bus yang kita pake selama di Belitung. Wuaaahhh…wuaaahhh…pantainya bagussssss…banget! Airnya masih jernih, pasirnya masih putih. Subhanallah! Saat gue masih terkagum-kagum sama satu pantai ini, ada yang bilang kalau pantai selanjutnya yang bakal kita kunjungin, masih lebih bagus lagi. Migooooodd…mau sebagus apalagi kah pantai di sini?

Dari Tanjung Kelayang kita akhirnya check in di Lor In. Gue dapat sekamar sama Telly. Selesai taro koper, ganti baju, ngecek2 kamar mandinya yang open air, narsis dikit ;), kita pun segera berangkat ke pantai Tanjung Tinggi alias pantainya Dian Sastro. Karena tuh pantai pernah dipake buat shooting iklan Lux katanya...hehehehe. Begitu sampai di pantainya, oh waaaawwww...sesak napas deh liatnya. Bagus banget...! Pasirnya yang putih dan lembut, air jernihnya yang dengan refleksi gradasi tiga warnanya, batu-batu ”geda” yang ngampar dengan cantiknya. Pantainya benar-benar tenang, not even the sound of waves! Sungguh tempat ideal for doing nothing (dan foto2 tentunya ;) Apalagi ditambah dengan menyeruput kelapa muda, slurrupss! Kurang kopi panas sama pisang goreng aja deh, hehehe. Lagi bengong2 gitu, tiba2 gue nyadar kalau itu hari Jum’at! Wawww! Jum’at sore yang biasanya masih ribet di kantor (apalagi Myrna SMS ngasih tau kalo ada client datang ke kantor sore itu) dan lalu lintas JKT yang menggila. Semua itu bikin gue makin menikmati keindahan Tanjung Tinggi. Seandainya suasana waktu itu bisa kita masukin ke botol, bawa pulang ke JKT, terus keluarin pada saat-saat jenuh menyerang. Oohhh…

Selesai santai-santai di TanjungTinggi (pengennya sih nggak selesai yah) kita balik lagi ke hotel. Foto-foto bentar di depan hotel pas lagi sunset, balik ke kamar masing2, mandi (udh peliket banget itu) dan siap-siap buat makan malam jam 7. Tempat makan malam kita, doh! Cuma selemparan kancut deh dari hotel. Nama tempatnya “Mabai”. Karena udah ngantuk berats (kombinasi Incidal & bangun jam stengah 4 pagi emang dahsyat!), rasa makanan yang nggak terlalu istimewa ditambah gangguan kucing di bawah meja, bikin acara makan malam nggak terlalu berkesan. Pengen cepat-cepat pulang ke hotel, cuci muka, ganti baju dan tidurrrr! Kira-kira jam setengah 9 kita pun bergerak balik ke hotel. Dan gue menghadap bantal dengan nyenyaknya.


...masih belom pegel bacanya? hebat! masih nyambung lagi yeee...

 

Ke BaBel & Ketemu Crab Pit (part 1)

From email to parno attack : ”Waiting list nomer 20-an? Hadoooh...”

Disebabkan kebutuhan akan cuti sudah akut, jadilah gue ikut tour ke BaBel (Bangka Belitung) yang diadain milis Jalansutra (singkatnya JS) tanggal 7-9 September kemaren. Tadinya mo’ pergi bareng June’, partner in crime liburan, tapi karena satu dan lain hal dia batal ikut. Waktu daftar sempet deg2an nggak bakal keangkut. Karena dari 25 seat yang tersedia itu udah penuh semua dan gue masuk daftar penunggu alias waiting list. Somehow jatah seat-nya nambah jadi 34 and I keep crossing my finger karena nama gue masih di urutan penunggu nomor 20 sekian. Hadoh...dapet nggak ya?

Kemudian pada suatu sore yang cerah sebuah email datang dari mas Andrew, salah satu tour leader JS. Yak! Gue bisa ikut! Cihuy! Cihay! Cihoy! Cihey! Cuti! Liburan! Akhirnya! Sebelumnya gue emang udah denger tentang keindahan pantai di Bangka dari seorang teman kuliah. Tambah ngiler lagi waktu liat foto2 pantainya Belitung di multiply seorang anggota JS. Pasti okeh nih buat bengong2 nggak jelas (buat foto2 juga tentunya ;)

Masalah pendaftaran beres sekarang masalah mental nih. Baru kali ini gue pergi sendiri ke luar kota sama orang-orang yang sama sekali nggak gue kenal. Yang gue tahu pasti mereka adalah orang-orang yang doyan makan, hehehehe. Tiba-tiba gue mulai parno. Pertanyaan2 nggak penting bermain di kepala. Mereka ada yang pergi sendiri juga nggak ya? Jangan-jangan pada bawa teman or pasangan semua terus gue cengo’ aja gituh sendirian. Terus pada baik-baik nggak ya? Bisa nyambung nggak ya ngobrolnya?  Hari Kamis (6/09), satu hari sebelum pergi, tiba-tiba aja badan gue berasa lemes. Lutut gue kayak gak ada yang nopang. Waduh...semacam parno attack kah ini? Malamnya lebih gebleg lagi. Karena harus berangkat jam setengah 5 pagi, gue usahain banget tidur cepat sebelum jam 12. TV sengaja nggak gue nyalain. Alarm udah dipasang jam 3.20 biar ada jeda buat ngumpulin nyawa plus antisipasi kalau tidurnya terlalu ”kebo”. Saking takutnya nggak bisa tidur cepet yang ada gue beneran nggak bisa tidur. Akhirnya ya nyalain TV lagi, nonton bentar, pasang timer, mata mulai kriep2 dan zzzz...zzzz...

Kayaknya baru 5 menit tidur udah bunyi aja tuh alarm. Oke, oke, ngulet bentar, duduk dulu, dengar suara ngaji dari mesjid deket rumah, mata mulai kriep2, wait, wait, wakey wakey Ani! Hap! Hap! I got up the bed, ngambil handuk, dengar suara nyokap dari bawah ngecek gue udah bangun belum. Mandi. Siap-siap. Sarapan subuh2 minum Milo dan makan roti. Dianter bokap naik Damri di Blok M. Yep! I’m ready to go! Expanding my comfort zone!

...b'sambung yee...

Jumat, 14 September 2007

Not-so-comfort zone

Nyaman ketinggalan di rumah

Hanya keberanian yang terbawa

Cemas hanya mengintip dari belakang

 

Tarik napassssssss...

Yak!

 

Luaskan zona

Lapangkan ruang

Buat si nyaman bercanda lebih lega

 

 

07/09/07

Belitung-coffee time

Rabu, 05 September 2007

Suddenly Sedih

Apa ini?
Sendu merasuk tiba2

Merampas ceria

Yang baru mampir


Apa ini?
Galau mengacau
Merahnya senyum
Meriahnya tawa

 
Dingin berdesir
Bibir terkatup
Mata berkaca-kaca
Lalu merasa sendiri


Asing

Terdampar

Terpojok

Tenggelam

 

                   Jreb!

 

 

05/09/07